
Untuk mendeteksi potensi kanker di usus besar, skrining kanker kolorektal diperlukan. Skrining kanker kolorektal di pustu dilakukan dengan berbagai metode. Untuk memahami lanjut mengenai prosedur skrining terhadap kanker kolorektal, simak pembahasan berikut.
Apa Tujuan Skrining Kanker Kolorektal?
Berbeda dengan puskesmas besar, pustu atau puskesmas pembantu menyediakan layanan kesehatan lebih dasar. Adanya pustu bisa memperluas cakupan layanan supaya masyarakat bisa mendapatkan layanan kesehatan secara merata. Meski bukan rumah sakit besar, skrining kanker bisa dilakukan di pustu.
Tujuan dari skrining ini adalah deteksi lesi premaligna. Setelah dideteksi dan ada, maka akan dihilangkan supaya kanker bisa dikurangi. Adanya skrining bisa mendeteksi stadium awal kanker sehingga bermanfaat untuk pengurangan mortalitas.
Dengan tersedianya skrining kanker kolorektal di pustu, maka selaras dengan semakin banyaknya insiden kanker tersebut. Jika skrining hanya tersedia di puskesmas saja dan rumah sakit besar, kurang efektif untuk menangani banyak pasien terutama di daerah lebih terpencil.
Secara umum, pasien kanker kolorektal adalah yang usianya 60 tahun lebih. Masa premaligna kanker ini termasuk lama. Maka dari itu, langkah skrining sangat diperlukan untuk meminimalisir insiden yang tak diinginkan. Nantinya tenaga medis akan melakukan skrining baik itu secara indirect maupun direct.
Metode Deteksi Skrining Kanker Kolorektal

Untuk mengetahui potensi kanker kolorektal lebih awal, bisa dilakukan dengan deteksi dini di pustu atau lembaga kesehatan lainnya. Dengan menemukan pertumbuhan pra-kanker, maka insiden pun bisa dihindari. Bagi pasien dengan risiko tinggi, perlu diperhatikan juga konsumsi suplemen sehari-hari.
Mempertimbangkan suplemen kesehatan yang berkualitas tinggi seperti AFC SOP Subarashii sangatlah penting untuk menunjang kesehatan keseluruhan. WA Admin kami sekarang juga jika Anda tertarik untuk mendapatkan manfaat kesehatan luar biasa dari SOP Subarashii ini.

Sebagai gastroenterolog, saya mempertimbangkan beberapa jenis metode untuk skrining kanker ini berdasarkan beberapa faktor.
Ketersediaan alat yang lengkap bisa menunjang variasi metode skrining agar relevan dengan kondisi atau kebutuhan pasien. Skrining kanker kolorektal di pustu dilakukan dengan beberapa prosedur termasuk:
1. Kolonoskopi
Kolonoskopi sering dijadikan standar dalam mendeteksi potensi kanker di dalam usus besar. Metode ini bekerja efektif dengan mengangkat polip sehingga risiko kanker bisa menurun signifikan. Melakukan kolonoskopi juga efisien karena cukup dengan pengecekan polip lalu diangkat.
Meski begitu mempersiapkan usus sebelum kolonoskopi berlangsung mungkin tidak nyaman bagi banyak orang. Saat prosedur berlangsung, tabung tipis akan dimasukkan ke anus dan biasanya membutuhkan obat penenang untuk tahap ini. Tabung tipis tersebut terdapat kamera kecil untuk mengetahui kondisi di dalam usus besar.
Tabung berkamera yang fleksibel dan panjang ini disebut dengan kolonoskop. Dengan memakai kolonoskop, dokter bisa mendeteksi kanker, iritasi, radang dan polip. Meski menjadi metode yang paling bisa diandalkan, tapi skrining satu ini termasuk mahal.
2. gFOBT atau Guaiac-Based Fecal Occult Blood Test
Alternatif kolonoskopi yang bisa dipertimbangkan yaitu gFOBT. Prosedur gFOBT dilakukan dengan memeriksa darah tak terlihat pada feses pasien. Dokter akan memakai guaiac untuk mendeteksi jika ada darah pada feses yang dijadikan sample.
Cara ini termasuk sering diterapkan untuk skrining awal baik itu untuk deteksi pendarahan maupun tanda kanker. Biasanya gFOBT butuh dilakukan sekali dalam setahun terutama untuk mereka yang punya risiko lebih tinggi. Untuk memulai tes ini, bisa dilakukan mandiri tapi dengan peralatan yang memadai.
Pasien perlu memiliki test kit tertentu untuk mengambil sedikit feses sebagai sample lalu diberikan ke petugas laboratorium atau dokter agar bisa dicek. Tes ini tidak membutuhkan diet khusus maupun persiapan usus seperti tes dengan kolonoskop.
Beberapa orang mungkin tidak merasa nyaman dengan tes tersebut sehingga bisa memilih alternatif seperti gFOBT. Setidaknya tes non invasif seperti ini dilakukan dari pada tidak mengecek sama sekali.
3. FIT atau Fecal Immunochemical Test
Skrining kanker kolorektal di pustu dilakukan dengan tes Fecal Immunochemical juga atau FIT. Tujuannya adalah deteksi darah tak terlihat juga dalam feses untuk mencari tahu potensi kanker usus besar. Bedanya yaitu FIT mendeteksi protein darah dengan mengandalkan antibodi.
Protein darah atau hemoglobin yang dideteksi berasal dari saluran rektum atau usus besar. Jika menimbang akurasinya, tes ini dianggap lebih akurat. Kelebihan lain yaitu tidak perlu mengubah pola makan. Mengapa? Karena prosedur FIT tidak bereaksi terhadap obat dan makanan spesifik.
Melakukan FIT mirip dengan tes sebelumnya yaitu diawali dengan persiapan mandiri dan dilanjutkan dengan analisis lab.
4. FIT-DNA
FIT punya variasi prosedur lain yaitu FIT-DNA. Bedanya dengan FIT, metode ini mengandalkan juga analisis DNA selain tes terhadap fecal immunochemical. Jadi, selain deteksi darah feses, tes ini juga mengecek perubahan DNA terutama yang memicu polip atau kanker.
Pada umumnya, sel kanker akan melepaskan DNA abnormal. Tes ini bisa mencari tahu kelainan tersebut melalui feses yang dijadikan sampel. Dibandingkan dengan FIT tanpa analisis DNA, pengecekan ini lebih sensitif.
Meski begitu, sample feses yang dibutuhkan FIT-DNA lebih banyak yaitu keseluruhan feses. Setelah diperiksa keseluruhan feses tersebut di laboratorium, potensi kanker bisa diidentifikasi lebih awal. FIT-DNA biasanya dilakukan lebih lama yaitu tiap 3 tahun.
Meski ada beberapa alternatif selain kolonoskopi, sayangnya setelah tes tinja, perlu dilanjut ke kolonskopi. Jika Anda mendapati hasil dari tes tinja adalah positif, akan sayang jika tidak dilanjutkan ke kolonoskopi tersebut.
Melakukan tes tinja tidak mesti 100% menjelaskan keadaan karena bisa saja melewatkan polip. Untuk mendapatkan manfaat penuh, skrining lebih baik dilakukan dengan beberapa metode.
5. Sigmoidoscopy Fleksibel
Sebenarnya Sigmoidoscopy ini mirip dengan kolonoskopi tapi yang diperiksa hanya ujung bawah usus besar dan beberapa bagian lain. Alat yang digunakan juga mirip namanya yaitu sigmoidoskop. Tabung tipis ini fleksibel dan juga memiliki kamera kecil pada bagian ujung.
Dibandingkan dengan kolonoskopi, sigmoidoskopi memiliki prosedur yang lebih sederhana. Dokter juga tidak butuh waktu lama untuk menyelesaikan sesi sigmoidoskopi. Karena mengecek pada bagian ujung saja, tidak seperti kolonoskopi, tidak diperlukan anestesi umum pada sigmoidoskopi.
Setelah skrining sudah selesai, maka pasien bisa segera pulang. Lebih dari itu, risiko sigmoidoskopi termasuk komplikasi dinilai lebih rendah dari pada kolonoskopi. Sebelum sesi dilakukan, pasien perlu membersihkan usus dengan konsumsi obat pencahar atau melakukan enema.
Pasien akan berbaring miring dan menekuk lutut. Selanjutnya dokter menyiapkan sigmoidoskop untuk dimasukkan secara perlahan sampai rektum, lalu kolon sigmoid atau bagian paling akhir usus besar. Monitor akan menampilkan gambar dari kamera sigmoidoskop dan dokter akan memeriksanya.
Kalau ada jaringan mencurigakan atau abnormal, maka diambil sampelnya memakai alat yang dimasukkan menggunakan sigmoidoskop. Pengeluaran sigmoidoskop dilakukan secara berhati-hati sebagai langkah terakhir.
Memilih Metode Skrining Kanker Kolorektal Secara Bijak

Setiap metode punya kelebihan masing-masing sehingga Anda perlu memahami kebutuhan krusial Anda seperti apa. Saat memilih prosedur skrining, Anda mungkin perlu mempertimbangkan biaya karena tiap tes bisa bervariasi biayanya. Kalau secara umum, kolonoskopi adalah metode yang paling tinggi biayanya.
Anda juga harus mempelajari cakupan asuransi atau bantuan kesehatan. Mungkin saja ada metode tertentu yang tidak tercakup sehingga Anda perlu menerima metode lain. Agar lebih bijak dalam memilih prosedur, pertimbangkan intensitas melakukan tes.
Anda juga perlu konsultasi dengan dokter gastroenterologi supaya bisa menentukan prosedur yang paling efektif dan relevan. Umumnya ada dua tipe yang perlu dipertimbangkan, invasif dan yang tidak. Jika invasif, pasien bisa mengharapkan hasil lebih presisi tapi mungkin kolonoskopi tidak ideal untuk kenyamanan pasien.
Agar lebih nyaman dan mudah, tes yang feses yang non-invasif bisa dipertimbangkan. Pelajari juga hubungan usia, kondisi kesehatan dan riwayat keluarga dalam pemilihan skrining kanker. Jika usia Anda 45 tahun lebih, skrining mungkin harus lebih sering dilakukan.
Sama halnya dengan adanya riwayat keluarga, diperlukan skrining kanker kolorektal di pustu dilakukan dengan intensif untuk hasil maksimal.
Kapan Perlu Memeriksa Kanker Kolorektal?
Pahami risiko Anda ada di kategori apa dengan mempertimbangkan genetika, riwayat keluarga, usia dan kondisi medis spesifik. Untuk lebih jelasnya, Anda bisa pelajari penilaian risiko kanker kolorektal dengan ahli gastroenterologi. Untuk mereka yang punya risiko rata-rata, umumnya skrining kanker kolorektal perlu dilakukan mulai usia 45 tahun.
Selanjutnya pemeriksaan rutin perlu dilanjut hingga 75 tahun dengan intensitas tergantung metode yang dipilih. Umumnya pemeriksaan seperti ini tidak dibutuhkan lagi saat usia sudah lebih dari 85 tahun. Anda tidak perlu bingung jika sudah melakukan kolonoskopi karena Anda akan diberi tahu segera kapan untuk harus melakukannya lagi.

Untuk mencegah maupun mengatasi kanker kolorektal, AFC SOP Subarashii bisa membantu secara efektif dan aman. Suplemen ini dibuat dengan SOP atau Salmon Ovary Peptide yang bisa efektif meregenerasi sel tubuh. Terdapat juga kandungan Vegan Peptide yang bagus mendukung kesehatan tubuh secara komprehensif dan Sardine Peptide yang menjadi nutrisi tambahan.

FAQ
Apa itu skrining kanker?
Inilah tes yang dilakukan tenaga medis untuk mengecek tanda kanker. Pengecekan ini umumnya bertujuan tahu potensi kanker sebelum mengalami gejalanya.
Apa yang dimaksud kanker kolorektal?
Inilah kanker di area kolon atau usus besar, termasuk pada rektum. Tergantung di mana lokasi presisi kanker tumbuh, nama kanker bisa berbeda seperti kanker rektum atau kanker kolon.
Bagaimana cara memeriksa kanker kolorektal?
Salah satu caranya adalah dengan memeriksa usus besar secara keseluruhan memakai kolonoskop. Kolonoskopi bisa mendeteksi pertumbuhan apa pun yang tidak normal pada area yang diperiksa dan mengangkat bagian abnormal tersebut.
Apa itu APCS Score?
APCS (Asia Pasific Colorectal Cancer Screening) Score merupakan sistem skoring untuk membuat penapisan pasien lebih efisien. Sistem ini mengacu pada penilaian tertentu termasuk riwayat medis, jenis kelamin, umur dan sebagainya.
Bagaimana cara mencegah kanker kolorektal?
Hindari merokok dan konsumsi minuman beralkohol. Keduanya sama-sama krusial untuk mencegah kanker ini sehingga perlu diupayakan.
Apa cara deteksi dini kanker di Puskesmas/Pustu?
Puskesmas dan klinik kesehatan sudah banyak yang menyediakan prosedur deteksi kanker dini. Pasien bisa melakukan deteksi kanker termasuk kolonoskopi, pap smear dan kanker payudara.
Skrining kanker kolorektal di Pustu dengan apa?
Puskesmas Pembantu menyediakan beragam metode untuk mendeteksi kanker kolorektal. Skrining kanker kolorektal di pustu dilakukan dengan mengecek kadar CEA, tes darah pada feses dan pemeriksaan pada anus.

Saya adalah seorang praktisi kesehatan yang memiliki hobi berolahraga dan belajar bahasa. Saya berharap apa yang saya tuliskan di blog ini bisa membantu teman-teman yang membaca artikel-artikel di sini untuk menjadi lebih sehat dan bugar.
Ayo jadi lebih sehat dan tetap sehat bersama SehatSakura.com !
